22 Desember 2012

Ibu dan Matematika

Alkisah, seorang guru di sebuah Sekolah Dasar pada jam pelajaran Matematika mengajukan pertanyaan kepada seorang murid bernama Natanael.

“Natan, anggaplah ibumu membuat sebuah kue dan di rumahmu ada lima orang: ibu dan ayahmu, kamu, dan kedua saudaramu. Berapa besar bagian yang akan kamu terima?”

“Seperempat, Bu” Jawab Natan lantang.

“Oh, bukan, Natan. Sekarang dengarkan lagi baik-baik,” kata sang guru. “Kalian berlima, ingat ya. Tidakkah kamu tahu berapa besar bagianmu?”

“Tahu, Bu,” jawab si kecil Natanael dengan sigap. “Aku tahu bagianku. Tetapi, aku juga mengenal ibuku. Ibu pasti akan mengatakan, ia tidak menginginkan secuil pun.”

Mendengar jawaban Natan, sang guru cuma bisa melongo. Dia pasti tidak pernah menduga jawaban muridnya itu akan demikian. Dia tentu berharap Natan akan menjawab seperlima. Karena demikianlah seharusnya dalam hitungan matematika.

Bagaimana reaksi Anda sendiri? Alih-alih bengong, mungkin Anda malah tertawa mendengar jawaban lugu si Natanael. Tetapi setelah reda tawa Anda, mungkin Anda menjadi terharu, karena setelah merenungkan betapa jawaban Natan yang lugu itu sebenarnya begitu dalam maknanya, terkandung kebenaran hakiki bahwa seorang ibu selalu siap berkorban.

Barangkali kita lalu teringat masa kanak-kanak dulu, betapa ibu kita selalu rela tidak mendapat bagian atau memberikan bagiannya untuk anak-anaknya. Dia sendiri rela tidak makan, tidak memiliki, mungkin juga tidak kenyang, agar anak-anaknya bisa makan.

Ibu adalah lambang pengorbanan, dan semua itu didasarkan pada kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Seorang ibu tidak mengharapkan balasan untuk semua yang telah dilakukannya bagi anak-anaknya, seperti syair lagu “Kasih Ibu” gubahan SM. Mochtar.

“Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia.”

Tetapi bukankah Anda juga setuju dengan saya bahwa sudah sepatutnya kita membalas kasih ibu, dengan membalas mencintainya? Mungkin tidak hanya dengan sekadar memberikan sesuatu, tetapi lebih dari itu.

Di Indonesia hari ini kita peringati sebagai “Hari Ibu”. Hari untuk mengingat segala kebaikan dan pengorbanan ibu kita.


Alangkah baiknya jika kita selalu mengingat kasih ibu. Tetapi, kalau karena kesibukan, kita tidak selalu dapat memberi perhatian khusus, maka hari ini mari meluangkan waktu untuk menunjukkan cinta dan bakti kita kepada ibu.

Ambillah waktu untuk mendoakannya, memberi sesuatu kepadanya, atau mengucapkan bahwa kita mencintainya. Sekaligus kita merenung (bagi yang sudah menjadi ibu): “Apakah aku ibu yang baik bagi anak-anakku?” —Liana Poedjihastuti

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 22/12/2012 (diedit seperlunya)

==========

Artikel Terbaru Blog Ini