23 Oktober 2012

Doa Seorang Anak

Pada suatu malam seorang balita ditinggal ibunya di rumah bersama ayahnya. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tiba waktunya bagi si anak itu untuk tidur. Si ayah membacakan buku cerita. Akhirnya anak itu pun tertidur.

Tetapi ketika si ayah hendak meninggalkan kamar tidur si anak, tiba-tiba anak itu terbangun dan berkata, “Ayah, aku harus berdoa dulu.” Dengan cepat ia berlutut di samping tempat tidurnya, menyatukan tangannya, dan mengucapkan doa yang rupanya sudah biasa dia ucapkan menjelang tidur, “Tuhan, sekarang aku mau tidur.”

Tetapi, malam itu setelah mengucapkan doanya, ia menatap ayahnya, lalu melanjutkan doanya, “Dan Tuhan Yang Mahakasih, jadikan aku pria perkasa yang baik dan mulia seperti ayahku. Amin.”


Sesudah mengucapkan doanya, ia berbaring dan segera tertidur lelap. Kemudian ayahnya, tanpa bisa membendung air matanya, berlutut di samping tempat tidur putranya dan berdoa, “Tuhanku, jadikanlah aku pria perkasa yang baik dan mulia, seperti yang dipikirkan oleh putraku.”

Betapa sering keluarga kehilangan momen-momen indah kebersamaan. Barangkali karena padatnya kegiatan, kita lalu lupa memberikan perhatian kepada anak-anak.

Mungkin benar kita telah menyediakan semua kebutuhan fisik mereka. Tetapi, anak-anak membutuhkan lebih dari itu. Anak-anak membutuhan perhatian, waktu, kebersamaan, bimbingan, dan doa-doa kita.

Mungkin kita juga tidak pernah membayangkan apa harapan anak kita terhadap kita sebagai orang tua. Hari ini ketika kita tersentuh oleh cerita J. Fontaine ini kiranya kita lalu mau meluangkan waktu bagi anak-anak untuk mengetahui harapan mereka, dan utamanya meluangkan waktu untuk mendoakannya.

Si ayah dalam cerita tersebut pasti bangga dan gembira memiliki seorang anak yang “bijak” seperti itu. Benarlah kutipan yang mengatakan bahwa anak yang bijak mendatangkan sukacita bagi ayahnya.

Tetapi, sebuah nasihat juga mengingatkan bahwa untuk memiliki anak yang bijak... “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.” —Liana Poedjihastuti

Sesungguhnya warisan paling berharga yang dapat diberikan oleh orangtua kepada anak-anak mereka adalah beberapa menit dari waktu mereka setiap hari. —O. A. Battista

* * *

Sumber: KristusHidup.com, 23/10/2012 (diedit sedikit)

==========

12 Oktober 2012

Kesenangan dan Disiplin

Dalam dunia pendidikan, kesenangan dan disiplin merupakan dua hal penting yang sepatutnya hadir secara berdampingan. Seorang siswa yang tidak senang atau tidak menikmati pelajaran yang ditempuhnya akan sulit sekali berprestasi.

Kalaupun ia mendapat nilai tinggi, ilmu yang diperoleh kemungkinan besar hanya sementara sifatnya. Secepat ujian selesai, secepat itu pula ia melupakan apa yang sudah dipelajarinya.

Sebaliknya, siswa yang suka akan pelajaran tertentu lebih memiliki kemungkinan menguasai pelajaran tersebut dengan baik. Namun, tanpa disiplin belajar yang tinggi, kesukaan tersebut tidak dapat berkembang optimal menjadi penguasaan materi.

Bulan Agustus 2012 lalu diterbitkan temuan menarik oleh Universitas Northwestern, yaitu bahwa pelajaran musik bagi anak-anak, terutama dalam hal memainkan alat musik terbukti mengubah otak mereka secara permanen, sehingga berpengaruh positif terhadap pelajaran lain.

Hal ini tidak sama dengan efek Mozart yang hanya menuntut partisipasi pasif dalam mendengar musik. Proses penguasaan alat musik membutuhkan partisipasi aktif dalam memproduksi musik.

Hal inilah yang membuatnya memiliki pengaruh jangka panjang yang kuat, bahkan pada mereka yang pernah namun sudah lama berhenti belajar musik.


Disiplin itu baik. Namun jika diterapkan terlalu keras dan kaku, bisa melukai bahkan “membangkitkan kemarahan”. Kesenangan pun baik. Namun kesenangan yang tidak terkontrol membuat orang lupa diri. Kesenangan seharusnya berada dalam bingkai disiplin.

Dalam pelajaran musik, anak belajar dengan menirukan permainan gurunya. Demikian pula, dalam kehidupan, anak-anak kandung kita sendiri maupun anak-anak lain yang berelasi dengan kita cenderung menirukan apa yang kita lakukan.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita bukan hanya mengajarkan budi pekerti namun juga mewujudkan pendidikan akhlak itu dalam kehidupan kita. —Danny Salim

* * *

Sumber: KristusHidup.com, 12/10/2012 (diedit seperlunya)

Judul asli: Kesenangan vs Disiplin

==========

Artikel Terbaru Blog Ini