Dalam budaya sebagian masyarakat di Indonesia, ada kepercayaan tentang pentingnya kualitas bibit seseorang. Bibit di sini berarti orangtua sang anak. Menurut kepercayaan ini, orangtua yang baik akan menghasilkan anak yang baik pula, dan sebaliknya.
Sebagai contoh, anak seorang raja dipercaya lebih berkualitas daripada anak rakyat jelata. Sebaliknya, anak seorang penjahat dipercaya pasti tidak akan menjadi anak yang baik.
Memang normal kalau seorang anak yang dibesarkan di tengah keluarga yang baik akan cenderung bertumbuh dengan baik, dan sebaliknya. Tetapi, di sisi lain, kualitas orangtua bukanlah sesuatu yang diturunkan secara genetik.
Bimbingan dan didikan orangtua turut berperan dalam menentukan pembentukan kualitas karakter anak-anak.
Perhatikanlah pengalaman keluarga Imam Eli, yang dicatat dalam Perjanjian Lama. Meskipun ia seorang imam besar, anak-anaknya memiliki karakter yang buruk.
Hal ini disebabkan karena sikap Imam Eli sendiri yang cenderung kurang tegas dalam mendidik anak-anaknya. Terlihat dari caranya menegur mereka, meskipun kesalahan mereka sangat besar.
Fakta ini memberikan harapan bagi kita yang memiliki orangtua yang kurang baik. Ya, kita tidak harus menjadi sama dengan orangtua kita. Pengenalan akan Tuhan dan kebenaran-Nya memampukan kita untuk mengembangkan karakter yang baik atau karakter ilahi.
Di sisi lain, bagi para orangtua, fakta ini menantang kita untuk mendidik anak-anak selaras dengan firman Tuhan, agar karakter mereka terbentuk sejak dini. —Alison Subiantoro
Kualitas karakter seorang anak tidak diturunkan, tetapi dibentuk melalui pendidikan dari orangtua.
* * *
Sumber: e-RH, 20/1/2013 (diedit seperlunya)
Judul asli: Bibit
==========